Mimpi adalah kunci
Pernah suatu hari aku diminta mengirimkan CV sebelum menjadi pembicara suatu acara pelatihan kepemimpinan. Saat itu panitia sudah ngirimin template CV yang akan mereka pake sebagai guidline di acara itu. Di salah satu formnya, dituliskan Motto hidup. Awalnya bingung mw diisi apa, karena hampir setiap ada acara pelatihan diminta ngisi motto aku selalu isi dengan kalimat yang berbeda-beda. Tapi untuk acara yang terakhir kali, aku sudah menetapkan motto hidup. Di CV itu aku tuliskan, “Tidak ada mimpi yang terlalu besar untuk tidak bisa diraih”. Tulisan motto itu tidak keluar selintas begitu saja, seperti sebelum2nya namun bener-bener lahir dari berbagai kejadian yang aku pernah alami, mulai dari lulus kampus ITB dengan C**La***, menang i-cup, sampe ketemu Bill Gates di Jakarta. Dan semua itu memang aku awali dengan mimpi.
Kalo aku inget2, kejadian ini diawali dari SMA. Ketika kelas I, di upacara hari senin, selalu ada pengumuman dari sekolah, siapa saja dari siswa SMU 5 sby yang berprestasi dan menjadi juara dari suatu lomba atau kompetisi di tingkat kotamadya, propinsi, ataupun nasional. Waktu itu, aku gemetar mendengar pengumuman yang dibacakan oleh Protokoler yang dari jauh nampak tinggi tegap dan cantik rupawan. Konon gadis itu menggunakan lambang garuda di kerah lehernya. Gadis itu mengucapkan, “GEMA ALMAMATER…”. Dari situ aku melihat ada beberapa kakak kelas yang maju menerima ucapan selamat dari kepala sekolah dan 1 piala lomba yang sangat besar (tingginya melebihi slah satu anggota tim itu…hehe). Di upacara yang panas menjadi tidak terasa menyengat. Keringat yang bercucuran terasa seperti air hujan yang segar. Pikiranku hanya tertuju pada suara yang menggema itu. Iya, suara GEMA ALMAMATER serasa menarik nyawa dalam diriku yang telah lama tertidur dan seakan memberi tahu kalo sekarang adalah waktu yang tepat untuk bangun dan berbuat sesuatu.
Kejadian di upcara itu membuatku hampir tidak bisa tidur semaleman, bertanya-tanya, apa yang siswa-siswa berprestasi itu lakukan sehingga seperti itu. Baju seragam sama, sekolah dari senin sampe sabtu sama, pulang sekolah setelah bel berbunyi juga sama. Bahkan kadang-kadang makan pecel dan sama-sama ngutang di kantin sekolah yang letaknya tidak jauh dari lapangan upacara. Lalu apa yang membuat mereka bisa seperti itu ?
Untungnya waktu itu aku ngga berfikir untuk pergi ke dukun dan meminta dijadikan siswa yang pintar seperti halnya kejadian mahar dalam novel Laskar Pelangi. Aku hanya merenung dan akhirnya menyelesaikan sebuah PR Fisika dari guru baru di sekolah itu yang harus dikumpulkan minggu ini.
Keesokan harinya hampir seharian di kelas aku termenung. Belajar jadi ngga konsen (padahal harusnya lebih giat belajar lagi), yang aku pikirin cuma, “mungkin ngga ya aku bisa suatu saat nanti ? apalagi rata2 yang menang lomba dulunya SMPnya yang bagus2”. Kebanyakan berfikir, sampe waktu istirahatku tidak terasa telah habis. Bel tanda masuk kelas telah dibunyikan. Rasa lapar telah tergantikan dengan asyiknya renungan impian.
Teman sebangkuku heran, mungkin dalam benak pikirannya dia berkata, “kenapa lagi nih anak, diem mulu seharian di kelas”, ketika dia menepuk bundakku, secara sepontan aku berkata, “Suatu hari nanti, aku pasti menjadi salah satu orang yang di panggil oleh suara yang dahsyat dan menggelegar GEMA ALMAMATER”. Dari situlah aku belajar bermimpi. Belajar untuk menuliskan Mimpi di atas kertas dan di kepala dengan tinta emas yang tidak boleh luntur oleh air ataupun penghapus tercanggih di dunia (kayaknya yang ini berlebihan…hehe).
Hampir setiap pulang sekolah aku selalu baca buku Fisika, baca tentang bagaimana Katrol bekerja, bagaimana Gaya itu dirumuskan dengan faktor massa dan percepatan. Sampe ketika kelas satu SMA, aku sudah tau kalo integral bilangan konstan a terhadap variabel x adalah ax (bener ngga yah ? dah lama seingetnya dulu paham intgral lah pokoknya…hehe ).
Perjalanan menuju mimpi tidak ada yang mulus, thomas alfa edison aja gagal mulu seblum nemuin lampunya. Berbagai lomba yang aku ikuti selalu berakhir dengan kekalahan, boro-boro bsa masuk final, masuk penyisihan awal aja sudah engga (Untungnya pas daftar ikutan lomba ngga ada seleksi-seleksian, klo ada sebelum ikutan dah gagal kayaknya waktu itu….). Tapi itu lah indahnya proses, dan hanya sebagian orang yang bisa melewatinya. Alhamdulillah, Allah memberiku kekuatan untuk itu.
Aku masih ingat piala pertama yang aku dapatkan setelah memenangkan lomba, sebuah piala yang ukurannya hampir menyamai tinggi badanku. Dan dalam hatiku berkata, “Aku akan memelihara setiap mimpiku seterusnya”. Seperti halnya dalam lagu nidji untuk OST laskar pelangi, “mimpi adalah kunci….”. Dan aku adalah orang yang sangat percaya dengan itu.
Recent Comments